Tokyo – “Aku dapat saffronsspice menunggumu, tidak hiraukan berapa lama pas yang dibutuhkan.”

Begitulah bunyi slogan poster film China yang mengadaptasi kisah Hachiko si anjing paling setia di dunia. Dan betapa slogan itu terlampau cocok dengan cerita hidup anjing ras tersebut.

Aksi Hachiko merupakan kisah nyata, di mana si anjing terus menunggu tuannya di stasiun kereta api di Jepang lama sesudah kematiannya.

Akita Inu berwarna krem itu lahir 100 th. yang lalu. Kisahnya telah diabadikan didalam segala hal mulai dari buku, film, sampai sitkom fiksi ilmiah, demikian layaknya dikutip dari BBC (2/7/2023).

Total tiga film telah diterbitkan, versi Jepang 1987, versi Hollywood 2009, dan adaptasi China 2023.

Ada cerita tentang anjing-anjing setia lainnya layaknya Greyfriars Bobby, namun tidak tersedia yang sepopuler dan punya pengaruh world layaknya Hachiko.

Sebuah patung perunggu dirinya telah berdiri di luar Stasiun Shibuya di Tokyo, di mana ia ‘menunggu’ sepanjang satu dekade, sejak 1948.

Patung itu pertama kali didirikan terhadap th. 1934 sebelum saat dihancurkan untuk didaur lagi untuk usaha perang sepanjang Perang Dunia Kedua.

Anak-anak sekolah Jepang diajarkan kisah Chuken Hachiko – atau anjing setia Hachiko – sebagai misal pengabdian dan kesetiaan.

Hachiko mewakili “warga negara Jepang yang ideal” dengan “pengabdiannya yang tidak mesti dipertanyakan lagi”, kata Profesor Christine Yano dari Universitas Hawaii.

“Ia setia, dapat diandalkan, patuh kepada tuannya, memahami, tanpa tergantung terhadap rasionalitas, ia menempatkan diri mereka didalam skema yang lebih besar,” lanjut Yano.

Setiap th. terhadap tanggal 8 April, upacara peringatan untuk Hachiko diselenggarakan di luar Stasiun Shibuya. Patungnya sering dihiasi dengan syal, topi Santa dan, yang paling baru, masker bedah.

Alat pengerat Hachiko dipajang di Museum Nasional Alam dan Sains di Tokyo. Beberapa jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Aoyama, dengan Ueno dan Yae. Patung-patungnya terhitung telah didirikan di Odate, kampung halaman Ueno di Hisai, Universitas Tokyo dan Rhode Island, lokasi syuting di AS untuk film versi Hollywood 2009.

Odate terhitung punya serangkaian acara yang disiapkan th. ini untuk lagi tahunnya yang ke-100.

Akankah anjing paling setia di dunia tetap dirayakan satu abad dari sekarang? Prof Yano menyebutkan ya dikarenakan dia yakin “kepahlawanan Hachiko” tak lekang oleh waktu, abadi.

Eietsu Sakuraba, penulis buku anak-anak berbahasa Inggris tentang Hachiko terhitung mirip optimisnya. “Bahkan 100 th. dari sekarang, cinta tanpa syarat dan setia ini dapat senantiasa tidak berubah, dan kisah Hachiko dapat hidup selamanya.”

Kisah Hachiko

Hachiko lahir terhadap November 1923 di kota Odate di prefektur Akita, rumah asli anjing ras Akita.

Seekor anjing Jepang berukuran besar, Akita adalah salah satu ras tertua dan paling terkenal di negara itu. Ditunjuk oleh pemerintah Jepang sebagai ikon nasional terhadap th. 1931, mereka pernah dilatih untuk berburu binatang layaknya babi hutan dan rusa.

“Anjing Akita tenang, tulus, cerdas, dan berani [dan] patuh kepada tuannya,” kata Sakuraba. “Di sisi lain, ia terhitung punya kepribadian yang keras kepala dan waspada terhadap siapa pun tak hanya tuannya.”

Pada th. Hachiko lahir, Hidesaburo Ueno, seorang profesor pertanian terkenal dan penggemar anjing, berharap seorang siswa untuk mencarikannya anak anjing Akita.

Setelah perjalanan kereta api yang melelahkan, anak anjing itu tiba di kediaman Ueno di distrik Shibuya terhadap 15 Januari 1924, di mana ia awalannya diakui mati. Menurut penulis biografi Hachiko, Prof Mayumi Itoh, Ueno dan istrinya Yae merawatnya lagi sampai sehat sepanjang enam bulan ke depan.

Ueno menamainya Hachi, atau delapan didalam bahasa Jepang. Ko adalah nama kehormatan yang diberikan oleh murid-murid Ueno.

Ueno naik kereta untuk bekerja lebih dari satu kali seminggu. Dia ditemani ke stasiun Shibuya oleh tiga anjingnya, terhitung Hachiko. Ketiganya sesudah itu dapat menunggu di sana untuk kepulangannya di malam hari.

Pada 21 Mei 1925, Ueno, yang pas itu berusia 53 tahun, meninggal dikarenakan pendarahan otak. Hachiko baru bersamanya sepanjang 16 bulan.

“Ketika orang-orang hadir, Hachi mencium bau Dr Ueno dari rumah dan masuk ke didalam ruang tamu. Dia merangkak di bawah peti mati dan menolak untuk bergerak,” tulis Prof Itoh.

Hachiko menghabiskan lebih dari satu bulan seterusnya dengan keluarga yang berlainan di luar Shibuya namun akhirnya, terhadap musim panas 1925, ia berakhir dengan tukang kebun Ueno, Kobayashi Kikusaburo.

Setelah lagi ke tempat di mana almarhum tuannya tinggal, Hachiko langsung melanjutkan perjalanan hariannya ke stasiun, hujan atau cerah.

“Di malam hari, Hachi berdiri dengan empat kaki di gerbang tiket dan memandang tiap tiap penumpang seolah-olah dia tengah melacak seseorang,” tulis Prof Itoh. Karyawan stasiun awalannya melihatnya sebagai gangguan.

Penjual yakitori (sate Jepang) dapat menuangkan air padanya dan anak laki-laki kecil menggertak dan memukulnya.

Popularitas Hachiko Berkat Artikel Surat Kabar

Hachiko beroleh ketenaran nasional sesudah surat kabar Jepang, Tokyo Asahi Shimbun menulis tentang dia terhadap Oktober 1932.

Stasiun menerima sumbangan makanan untuk Hachiko tiap tiap hari, pas pengunjung mampir dari jauh untuk melihatnya. Puisi dan haiku ditulis tentang dia. Sebuah acara penggalangan dana terhadap th. 1934 untuk mengakibatkan patung dirinya dilaporkan menarik kerumunan 3.000 orang.

Kematian Hachiko terhadap 8 Maret 1935 jadi halaman depan banyak surat kabar. Pada pemakamannya, para biksu Buddha memanjatkan doa untuknya dan para pejabat membacakan pidato. Ribuan orang mengunjungi patungnya terhadap hari-hari berikutnya.

Di Jepang pascaperang yang miskin, penggalangan dana untuk patung baru Hachiko apalagi berhasil mengumpulkan 800.000 yen, jumlah yang terlampau besar terhadap pas itu, bernilai lebih kurang 4 miliar yen (£ 22 juta; $ 28 juta) hari ini.

“Dalam retrospeksi, saya mulai bahwa dia tahu bahwa Dr Ueno tidak dapat kembali, namun dia terus menunggu – Hachiko mengajari kita nilai merawat keyakinan terhadap seseorang,” tulis Okamoto Takeshi didalam sebuah artikel surat kabar terhadap th. 1982, yang sebagai siswa sekolah menengah telah memandang Hachiko di stasiun tiap tiap hari.